Aku, Dia, dan Dia
Info Post
Ma, sedikitpun aku tak mengerti atas kepergianmu sampai saat ini. Apa yang terjadi kala itu pun aku tak tahu siapa yang menjemputmu. Hanya bulir-bulir air mata yang kulihat deras membantai mata para manusia di sekelilingku. Aku pun tak ingat apakah waktu itu mataku menderaskan air mata. Telingaku pun hanya penuh dengan desakan isak yang terus menerobos gendang telingaku sembari sesekali diselingi lantunan doa-doa yang keluar dari mulut-mulut dalam gerak lambat dari pandanganku. Ma, apa artinya semua ini? Ma... tanganku meluncur mencoba meraih tanganmu, mencari kehangatan dalam setiap helai belaian usapmu yang belum lagi lama kurasakan. Tapi, dingin dinding es yang kurasakan pada tanganmu. Kupindahkan genggamanku pada tanganmu satunya lagi, sama kurasakan. Beralih pandangku pada wajahmu. Apakah kau tidur Ma? Jawab aku Ma! Bangun Ma! Jawab aku...Ma.
***
Ma, aku seorang diri sekarang. Pendiam aku sekarang. Anakmu ini laki-laki. Telah kulalui hidupku tanpamu, dan entah berapa lama lagi harus kuhadapi hidupku tanpamu. Hanya saja saat ini, kau muncul dalam mimpiku Ma. Muncul dengan sendirinya tanpa mauku sendiri, tampak begitu nyata. Aku bertarung dengan hidup dan kesepianku demi menghapus kesedihanku karena ditinggalmu Ma. Ketika ku menyadari bahwa aku beranjak dewasa dengan fisik dan pikir yang cukup memadai, bahkan melampaui manusia seusiaku. Aku pun terhenyak mendapati diriku tak sendiri. Ada dua makhluk yang berjalan denganku sampai saat ini kemana pun aku pergi. Ke sekolah, ke toko buku, ke bioskop, ke masjid, ke pelacuran, ke bar, ke kelab malam, kemana pun aku melangkah dua makhluk tersebut selalu berdampingan denganku.
Ma, dalam mimpi kau hanya menunjuk ke arah dada tempat hatiku berada. Tepat sekali menunjuk ke arah hati. Tanpa bicara sedikitpun, kau terus menunjuk dan menunjuk berkali-kali. Gerangan apakah maksudmu Ma?
Ma, ternyata masih ku ingat sedikit sekali pada waktu kau meninggalkan aku. Di depan ambang pintu, mahkluk pertama yang berwujud putih itu menghampiriku sambil menggandeng dirimu. Aku serius memandangi dengan heran, ingin menampar pipiku sekerasnya hingga merah dan membekas tangan. Bagaimana bisa kau bersama makhluk itu, padahal kau tengah terbaring sakaku es di sebelahku. Dan dengan isyarat tangan, makhluk itu pergi bersamamu entah kemana menuju cahaya yang secahaya-cahayanya. Akupun menganga. Beberapa menit setelahnya. Kembali kubelokan wajahku pada tubuhmu yang terbujur di sampingku. Nampak wujud makhluk yang berbeda dari wujud yang tadi. Yang sekarang kulihat hanya hitam membelalak mata sehitam-hitamnya. Tapi dia tersenyum penuh kepuasan, seolah kepuasan itu milikku sendiri. Semakin kulihat makhluk itu, semakin menancap senyumnya di hatiku. Entah kenapa, saat senyum itu muncul aku tak kuasa tersenyum meniru senyumnya. Setelah itu, keranda berangkat.
Ma, wujud putih yang membawamu ternyata kembali setelah kau pergi diantar keranda. Dan jadilah dua makhluk berwujud yang satu hitam dan satunya lagi putih berdampingan denganku mulai saat itu sampai sekarang.
***
Aku beranjak dan berkembang dengan keabu-abuan yang telah diciptakan oleh kedua makhluk itu dalam diriku. Keabu-abuan yang pastinya dirasakan oleh hampir setiap manusia. Wujud putih telah kujadikan sahabatku ketika aku menjalin korelasi antara otak dan ilmu pengetahuan yang kudapat dari sekolah dan lingkungan hidupku, karena makhluk itu selalu memberiku petunjuk yang berhasil membuatku haus akan pengetahuan. Tapi sampai sekarang aku masih menyimpan dendam padanya, karena telah membawa Mamaku entah kemana. Wujud putih itu membangun kesadaran intelektual yang tertanam dalam diriku. Tatkala aku setengah putih, wujud hitam yang telah kunobatkan sebagai kekasihku karena bisa menabuh diriku lebih kencang dalam hal duniawi hingga aku merasakan kehebatan dan kekuatan dalam menertawakan kesedihan ditinggal oleh Mamaku serta mereguk setiap nikmat yang tercecer di sekelilingku, kembali menancapkan senyumnya untuk menggali hasrat yang terpendam dalam melepaskan kelaki-lakianku dan menertawakan dunia lebih keras lagi. Aku abu-abu. Abu-abu yang tak pernah menjadi hitam ataupun putih. Aku berdiri ditengah-tengah pertanyaan yang menyisakan jawaban teramat tinggi untuk kulihat dan kuraih. Jika wujud putih itu sahabatku, dan wujud hitam adalah kekasihku, lalu siapa tuanku Ma?
Ma, aku masih berjalan dengan dua wujud ini yang terus mengawalku kemanapun aku melangkah. Kiranya aku mencoba lari dari mereka, tetap mereka seperti magnet yang terus menempel sampai kiamat datang. Apakah yang harus aku lakukan Ma? Tentang telunjukmu yang terus mengarah pada dadaku dalam mimpi itu, masih belum kusibak rahasianya. Hatiku masih terbagi dua, setengah hitam dan setengah putih. Andaikata darahku mengucur, pastilah berwarna abu-abu. Berbagilah jawab denganku Ma. Jangan membisu. Tak sabar aku ingin merubah hatiku dengan warna merah semerah darah manusia normal. Aku berbeda dari manusia lain Ma. Kau telah menghadirkan dua makhluk ini dengan penuh tanya dalam diriku. Sampai kapan mereka mendampingiku? Ini semua belum kupahami tanpa ada hadirmu Ma. Datanglah lagi dalam mimpiku, biar kupaksa kau bicara. Aku menangis sendu Ma...
***
Kemarin aku bertamu ke rumahmu Ma. Butiran hujan saja yang menemaniku. Tak tahu kenapa dua makhluk itu tak menemaniku ketika tahu aku akan ke rumahmu. Mereka berhenti dan menunggu di gerbang depan rumahmu. Mereka pasti ketakutan olehmu Ma. Aku kembali pulang ke rumahku, dan dua makhluk itu balik lagi di sampingku. Jawaban telah kutemukan.
by Rudi Setiawan
“Kelas Malam – 2012 – Carpe Diem”
0 comments:
Post a Comment
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.