Friday, April 19, 2013

Info Post

Masih ingatkah Anda dengan adegan dalam sebuah film fiksi ilmiah (science fiction) yang berjudul The Matrix? Adegan dimana ketika sang tokoh utama “Neo” yang diperankan oleh aktor Keanu Reeves yang gantengnya nyaris menyaingi saya (hahahahahahaha… FAKTA!!!), bertemu untuk pertama kalinya dengan tokoh hitam kelam berkepala plontos “Morpheus” setelah dibangunkan dari program tidur panjangnya. Selanjutnya mereka berbicara empat mata (untung bukan mas Tukul yang jadi Neo :P), dan Morpheus menawarkan 2 pil berwarna merah dan biru. “Pilihlah satu pil diantara kedua pil ini” kata Morpheus. Pil biru, yang tentu saja bukan Viagra, menawarkan kesenangan dan membuat Neo bisa kembali tidur panjang untuk melanjutkan hidup dalam dunia program. Sementara pil berwarna merah menawarkan kesakitan tetapi membuat Neo menjadi hidup secara nyata di dunia. Dan atas kehendak hati nurani manusia, akhirnya Neo memutuskan untuk memilih pil warna merah. Nah, adegan tersebut merupakan cerminan manusia yang mempunyai hak dasar untuk memilih apapun yang berkaitan dengan hidupnya sendiri. Sementara itu, latar belakang yang menyebabkan kenapa Morpheus memilih Neo untuk memilih 2 pil tersebut adalah “ramalan”. Ramalan yang bisa membebaskan manusia dari mesin-mesin yang menguasai dunia. Entah takdir atau memang kebetulan atau memang sudah ada dalam skenarionya, Neo dipilih oleh sang “Architec” (Tuhan mungkin ya?) melalui ramalannya untuk menjadi sang pembebas. Ramalan tersebut serta merta menjadi refleksi bagi manusia untuk menyadari bahwa ternyata kita bisa dipilih dalam menjalani kehidupan oleh Tuhan, takdir, nasib, situasi, kondisi, dan kesempatan.
Memilih atau dipilih. Ya, contoh di atas merupakan rangkaian siklus kehidupan manusia yang digambarkan secara sederhana oleh 2 buah pil. Yang sering tanpa kita sadari bahwa kita sebagai manusia mempunyai hak tersebut, memilih dan dipilih. Dua pilihan tersebut sudah lama terjabarkan semenjak kita masih sekolah dasar bahkan semenjak taman kanak-kanak. Semuanya pasti sudah pernah mengalami pertanyaan seperti ini, “kalau sudah besar mau jadi apa?” atau “cita-cita kamu jadi apa?”. Pertanyaan demikian secara tidak langsung menyuruh kita untuk mempergunakan hak memilih dalam hidup kita. Ada yang menjawab mau menjadi Dokter, Insinyur, Astronot, Sopir, Polisi, Tentara, Pegawai Bank, Guru, sampai yang menjawab menjadi penarik becak pun ada. Dan ketika dimana ada seorang anak murid dengan bakat memimpin yang menonjol, cerdas, juga cakap (saya lagi nih) , sang Guru langsung menunjuk dia untuk menjadi ketua kelas. Hal itu sedikit banyak memperlihatkan bahwa manusia dipilih, walaupun masih dengan secara sederhana.
Manusia seharusnya bisa membedakan terlebih dahulu antara keinginan dan kebutuhan, kemudian baru bisa memilih. Seperti ucapan dalam novel Pramoedya - Bumi Manusia;
Seorang terpelajar harus juga belajar berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan.”
Ucapan tersebut sangatlah tepat untuk diaplikasikan oleh manusia yang notabene mempunyai otak untuk berpikir dan hati untuk kepekaan rasa sebelum memilih sesuatu dalam hidup. Baik itu memilih hal terkecil sampai yang terbesar yang mungkin dan pasti mempunyai pengaruh dalam melakoni kehidupan. Beruntunglah jika manusia sudah bisa menerapkan hal ini dalam kehidupan sehari-harinya. Yang pastinya membuat kehidupan di dunia agak berkurang sisi negatifnya. Karena memilih dan dipilih merupakan dua hal yang serupa tapi tak sama. Ketika kita memilih sesuatu, bukan berarti apa yang kita pilih itu dengan sedemikian mulusnya menjadi milik kita dan sesuai bagi kita. Memilih harus ada kecocokan dengan apa yang dipilih, belum tentu kita dipilih oleh hal yang kita pilih.
Yang jadi permasalahan manusia adalah ketika memutuskan untuk memilih sesuatu dalam hidupnya, seringkali tidak siap dengan apa yang dipilihnya. Apalagi ketika manusia dipilih untuk menjadi gagal dari keputusannya memilih oleh Tuhan, takdir, nasib, situasi, kondisi, dan kesempatan. Lalu dengan sendirinya menyalahkan segala sesuatu di sekitarnya, hingga menjadikan Tuhan sebagai kambing hitam atas kegagalannya dalam memilih.  Sebenarnya itu tidak perlu terjadi jika manusia bisa secara tepat menggunakan satu diantara kelebihan yang dimilikinya yang bernama “Insting”. Insting manusia yang berdasarkan dari pengutamaan hati dan kepekaan dalam merasai dan menganalisis sekitarnya bisa menjadi sebuah alternatif dalam hal memilih dan dipilih, walaupun memang kemungkinannya tipis sekali. Tapi ketika insting bertemu dengan kesempatan, maka nasib sudah berubah dan takdir Tuhan yang sesuai memutuskan memilih manusia. Atau bagi para manusia “orientalis”(1) yang menganut Sciencetology, hal memilih dan dipilih bisa mereka jelaskan dengan analisis data serta observasi yang mereka lakukan walaupun saya jamin  lagi-lagi tidak akan bisa akurat 100 persen ketika pilihan Tuhan sudah berbicara. Beda lagi dengan manusia yang hanya mempunyai hasrat seperti garis nan datar. Mereka memutuskan untuk tidak mengambil resiko memilih yang berpengaruh besar dalam hidupnya, dan memutuskan menjadi yang dipilih sebagai manusia yang pasrah.
Sulit memang untuk bisa memilih dalam hidup dan menjadikannya sinkron dengan pilihan Tuhan. Kita harus bisa dan pandai dalam membaca segala sesuatu dalam kehidupan, karena kita bukanlah Nabi dan Rasul yang dengan kuasa Tuhan memungkinkan mendapatkan petunjuk tentang dunia beserta isinya dan juga tentang kehidupan secara langsung melalui malaikat. Adapun petunjuk yang secara sempurna terdapat dalam kitab suci Al-Quran, kemudian petunjuk tambahan dari kitab Injil, Taurat, Zabur (sayangnya saya belum pernah membaca kitab Taurat dan Zabur) dan sebagainya harus kita pelajari dan telaah secara mendalam terlebih dahulu untuk bisa membaca kehidupan sehingga menjadikan pilihan kita sinkron dengan pilihan Tuhan. Hal ini berlaku bagi manusia yang masih mengenal Tuhan dan Agama. Namun, ini adalah ilustrasi antara memilih dan dipilih dalam sangkut pautnya secara sederhana yang berujung pada skenario Tuhan yang berhak memilih manusia untuk menjalani kehidupan di dunia sebagai makhluk yang mempunyai hak memilih dan secara mutlak dipilih oleh Tuhan untuk urusan yang bernama Takdir.***
by Yudi Agustia Darya Winata

“Kelas Malam – 2011 – Carpe Diem”
Note : 1. Orang-orang Orientalis akan dibahas dalam bahasan kedepannya.

0 comments:

Post a Comment

:) :)) ;(( :-) =)) ;( ;-( :d :-d @-) :p :o :>) (o) [-( :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ $-) (b) (f) x-) (k) (h) (c) cheer
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.